Ada Apa Dengan Orang Kudus, Part II
- DV
- Mar 4, 2020
- 5 min read
Updated: Mar 5, 2020
Para Kudus Punya Cerita
Kanonisasi
Setelah membaca, mengerti, dan memahami eksistensi para kudus di artikel sebelumnya, sekarang kita akan masuk lebih dalam lagi untuk membahas dan menggali cerita-cerita para kudus. Mungkin setelah membaca sedikit mengenai eksistensi dari para kudus, timbul berbagai macam pertanyaan mengenai bagaimana seseorang dapat diberi label sebagai orang kudus dan siapa yang berwenang untuk menetapkannya? Apakah kita sendiri bisa menjadi orang kudus? Mengapa seorang Katolik menggunakan nama Santo/Santa sebagai nama baptis?

Kita semua dipanggil Kristus kepada kekudusan dan kesempurnaan, kepada persatuan mesra dengan Allah Bapa, melalui Kristus dalam persekutuan dengan Roh Kudus, sesuai dengan yang disabdakanNya : Karena itu Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapa di Surga adalah sempurna (Mat 5:48); "Kuduslah kamu, sebab, Aku, Tuhan, Allahmu, kudus” (Im 19:2)
Tidak ada spesifikasi usia untuk orang-orang kudus. Para kudus dapat terdiri dari tua-muda, rohaniwan/-wati, bapak/ibu, perawan/janda, raja/rakyat jelata, cendekiawan/orang tidak berpendidikan, yang berasal dari berbagai suku bangsa, ras, dan budaya, termasuk diri kita sendiri pun dapat menjadi santo/santa. Yesus sendiri telah mengajarkan bagaimana caranya menjadi santo/santa dalam Injil Matius 5: 1-12.
Secara umum, orang-orang yang diberi gelar Santo/Santa adalah mereka yang hidupnya ditandai oleh pelaksanaan kebajikan yang mencapai titik heroik, dan kekudusan mereka harus dapat dibuktikan oleh argumen-argumen yang disertai mukjizat-mukjizat dari Tuhan yang diperoleh melalui perantaraan doa orang kudus itu.
Gereja mengakui orang-orang tertentu sebagai Santo/Santa melalui suatu proses khusus yang disebut “Kanonisasi”. Pernahkah teman-teman mendengar istilah kanonisasi? Kanonisasi diambil dari kata "Kanon" yang berarti daftar resmi, misalnya daftar hukum atau daftar santa / santo. "Kanonisasi" adalah proses peresmian seseorang yang telah meninggal diangkat menjadi Santa / Santo. Jika seseorang dikanonisasi oleh Gereja, artinya ia dijadikan contoh atau teladan bagi umat yang lain.
Proses penetapan dan peresmian ini memakan waktu yang panjang dan memerlukan bukti yang kuat berupa mukjizat-mukjizat yang harus ada, bahkan setelah orang tersebut sudah meninggal. Hal ini diperlukan guna membuktikan bahwa Allah berkenan kepada perantaraan doa orang tersebut. Bukan Uskup atau Paus yang menentukan seseorang menjadi kudus, apalagi ‘membuat’. Paus hanya menyatakan seseorang menjadi Santo/Santa setelah melalui proses penyelidikan yang panjang dan prosesnya itu sendiri melibatkan banyak orang dan harus dibuktikan dengan minimal 2 mukjizat dan mukjizat tersebut harus diperiksa secara objektif oleh para ahli.
Titik awal penetapan prosedur kanonisasi diprakarsai oleh Paus Gregorius IX pada tahun 1234. Upaya ini diperkuat dengan dibentuknya Kongregasi Ritus (Kongregasi untuk hal-hal yang berkaitan dengan Santa/Santo) pada tahun 1588 oleh Paus Sixtus V. Kongregasi Ritus mempunyai wewenang untuk mengawasi keseluruhan proses kanonisasi. Kongregasi Ritus terus diperkuat dengan peningkatan dan pembaharuan yang dimulai oleh Paus Urbanus VIII pada tahun 1634 dan dilanjutkan oleh berbagai paus.
Secara garis besar, prosedurnya adalah sebagai berikut:
1. Penyelidikan Pelayan Tuhan (Servant of God)
Proses penyelidikan ini adalah proses yang dimulai di level keuskupan. Penyelidikan ini umumnya dimulai 5 tahun setelah orang tersebut meninggal dunia (dalam kasus tertentu, Paus dapat mempercepat proses ini). Kemudian Paus mempresentasikannya kepada Roman Curia, lalu ditunjuk seorang Uskup Diosesan (seorang Uskup tertinggi dari suatu keuskupan dalam Gereja Katolik) dan kemudian Uskup Diosesan menunjuk seorang Postulator untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Penyelidikan yang dilakukan adalah apakah suatu permohonan khusus atau mukjizat telah terjadi melalui perantaraan pelayan Tuhan yang bersangkutan. Gereja juga akan menyelidiki tulisan-tulisan pelayan Tuhan tersebut guna melihat apakah mereka setia pada “ajaran yang murni”, pada intinya tidak didapati adanya suatu kesesatan atau suatu yang bertentangan dengan iman Katolik. Sewaktu-waktu juga dapat diizinkan untuk memeriksa jenazah sang pelayan Tuhan ini untuk pernyataan bahwa tidak adanya tahayul/ pemujaan yang ditujukan pada si pelayan Tuhan ini, karena biasanya untuk seorang yang mengalami mukjizat, jenazahnya tidak akan rusak, busuk atau masih tetap utuh, dan pernyataan ini dinamakan “Declaration ‘Non Cultus’”. Segala informasi ini dikumpulkan, dan kemudian dibuat suatu transumptum, yaitu salinan yang sebenarnya, yang disahkan dan dimeterai, diserahkan kepada Kongregasi Ritus.
2. Venerabilis/ Yang Terhormat/ Heroik dalam kebajikan (Venerable/ Heroic in Virtue)
Jika calon santo / santa adalah seorang martir, Kongregasi menentukan apakah ia wafat karena iman dan sungguh mempersembahkan hidupnya sebagai kurban cinta kepada Kristus dan Gereja. Dalam perkara-perkara lainnya, Kongregasi memeriksa apakah calon digerakkan oleh belas kasih yang istimewa kepada sesama dan mengamalkan keutamaan-keutamaan dalam tindakan yang menunjukkan keteladanan dan kegagahan. Setelah itu Bapa Paus mengumumkan teladan kebajikan dari pelayan Tuhan ini yaitu yang berhubungan dengan kebajikan ilahi dengan iman, pengharapan, dan kasih dan juga kebajikan pokok hingga sampai pada tingkat yang heroik.
Begitu seorang calon dimaklumkan sebagai hidup dengan mengamalkan keutamaan-keutamaan yang gagah berani, maka calon dimaklumkan sebagai Venerabilis. Setelah itu, dapat dicetak kartu doa yang dibagikan pada umat, sehingga umat dapat memohon doa perantaraan mereka, memohon agar mukjizat dapat diperoleh melalui perantaraan doa mereka sebagai tanda persetujuan Tuhan, untuk menyatakan pelayan Tuhan tersebut sebagi orang kudus.
3. Yang Terberkati (Blessed)
Beatifikasi adalah pernyataan dari Gereja yang menyatakan bahwa kita dapat percaya bahwa sang pelayan Tuhan telah berada di surga. Seorang martir dapat dibeatifikasi dan dimaklumkan sebagai “Beata / Beato” dengan keutamaan kemartiran itu sendiri. Di luar kemartiran, calon harus diperlengkapi dengan suatu mukjizat yang terjadi dengan perantaraannya. Dalam memastikan kebenaran mukjizat dan untuk membuktikan bahwa ia benar-benar telah berada di Surga, Gereja melihat apakah Tuhan sungguh melakukan mukjizat dan apakah mukjizat tersebut merupakan jawaban atas permohonan yang disampaikan dengan perantaraan calon santa / santo atau pelayan Tuhan yang telah di-Venerabilis ini.
Sekarang ini yang dapat dianggap mukjizat yang termudah adalah yang melibatkan:
- Ada seseorang yang sakit
- Pasien mengidap penyakit yang sulit disembuhkan
- Doa ditujukan agar Venerabilis mendoakan kesembuhan pasien
- Pasien tersebut sembuh
- Kesembuhan spontan, instan, menyeluruh, dan tidak berubah
- Dokter tidak dapat menjelaskan penjelasan normal.
4. Santo/Santa (Saint)
Setelah beatifikasi, suatu mukjizat lain masih diperlukan untuk kanonisasi dan memaklumkan secara resmi seseorang sebagai seorang Santo / Santa. Kanonisasi inilah yang merupakan pernyataan dari Gereja, bahwa sang Santo/Santa tersebut telah berada di surga, dan memandang Allah dalam Beatific Vision. Pesta nama Santo/Santa tersebut ditentukan tanggalnya dan dapat dirayakan.

Gereja Katolik sangat konservatif dan tak mudah menjadikan seseorang umatnya menjadi santo. Semua laporan menyangkut keajaiban membutuhkan waktu untuk diverifikasi. Untuk menjadi beato/beata (orang yang berbahagia) dan santo, seorang umat Katolik harus mampu memberikan keajaiban dari Surga, berdasarkan iman Katolik. Maka para kudus pastilah merupakan orang-orang yang semasa hidupnya meneladani Kristus sampai ke titik yang heroik, demikian pula martir, yang bahkan meneladani Kristus sampai menyerahkan hidupnya demi iman mereka kepada Kristus.
Oleh karena itulah, maka gelar Santo/Santa dan martir dapat dikatakan diperoleh karena hubungan mereka dengan Kristus, dan yang telah menerima kepenuhan misteri Paska Kristus, yaitu wafat, kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga.
Eksistensi para kudus ini sendiri, bertujuan untuk menjadi teladan bagi umat Katolik dalam hal kekudusan setelah kita dibaptis (menerima Kristus), maka banyak orang Katolik mengambil nama Baptis dari para kudus, yang kekudusannya telah diakui sebagai buah dari hidup mereka di dalam Kristus. Dengan memilih nama seorang Santo/Santa sebagai nama Baptis/ Pelindung, maka artinya kita memohon agar Santo/Santa tersebut berdoa bagi kita agar kita pun dapat bertumbuh didalam kekudusan dan dilindungi dari pengaruh jahat.
Jadi, Santo/Santa Pelindung bukan lah orang yang menyaingi Allah sebagai Pelindung dan Perisai kita. Allah tetap Pelindung kita yang utama, awal dan akhir. Namun, Ia melibatkan para kudus-Nya untuk melindungi kita dengan doa-doa mereka kepada Allah. Oleh karena di Surga ada persekutuan para kudus dengan Kristus sebagai Kepala, maka Gereja Katolik percaya bahwa Pengantaraan Kristus melibatkan pengantaraan para kudus sebagai anggota-anggota-Nya dan bahwa pengantara anggota-anggota-Nya dapat diberikan karena kesatuan mereka yang sempurna dengan Kristus. Proses peresmian seseorang untuk dikanonisasi pun tidaklah mudah, yaitu melalui proses penyelidikan yang panjang dan prosesnya melibatkan banyak orang dan harus dibuktikan dengan minimal 2 mukjizat dan mukjizat tersebut harus diperiksa secara objektif oleh para ahli.
Perlu diingat sekali lagi, berdoa kepada orang kudus bukanlah suatu keharusan, namun hal tersebut disarankan guna melatih diri kita untuk bertumbuh dalam kerendahan hati, melihat para kudus sebagai teladan agar kita semakin terpacu untuk hidup menjadi kudus sesuai dengan kehendak Tuhan.
Imamat 19:2
"Kuduslah kamu, sebab, Aku, Tuhan, Allahmu, kudus”
亚博体育 亚博体育 亚博体育 亚博体育 开云体育 开云体育 开云体育 开云体育 乐鱼体育 爱游戏体育 华体会体育 华体会体育